Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Minta Masyarakat Tak Risaukan Nilai Rupiah
Advertisements

Usai Lebaran 2018, rupiah mengalami pelemahan nilai tukar terhadap dolar AS. Di tanggal 21 Juni 2018 lalu, rupiah dibukan di level Rp 14.090 untuk satu dolar AS.

Hal ini disebutkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, disebabkan oleh kenaikan suku bunga The Fed atau sering juga disebut dengan Fed Fund Rate.

Meski mengalami pelemahan, namun Darmin meminta agar masyarakat tak perlu panik atau khawatir karena bunga akan terus bergerak.

“Karena kan bunga di sananya bergerak. Jangan terlalu dirisaukan,” ujar Darmin. Masih menurut Darmin, pelemahan nilai rupiah ini memang wajar saja terjadi dikarenakan libur Lebaran yang cukup panjang.

Namun di sisi lain, Darmin percaya kalau melemahnya nilai rupiah ini tidak akan berlangsung terlalu lama dan pisah pulih dalam waktu cepat.

“Bahwa dia (dolar) naik satu persen bahwa ya memang agak lebih ditambah karena kita liburnya banyak. Orang enggak tahu ini bagaimana. Ya orang hantam saja di hari pertama kerja,” ujar Darmin.

“Oleh karena itu (pelemahan rupiah) jangan itu dianggap sudah akhir cerita. Lusa juga berubah lagi” tambahnya.
Sedangkan menurut Research Analyst FXTM Lukman Otunuga, menguatnya dolar AS ini tidak hanya terhadap rupiah saja, tapi juga banyak mata uang lainnya.

Rupiah sendiri bisa terus melemah jika dolar AS semakin menguat di tengah makin terpuruknya banyak mata uang lain.

“Rupiah terancam terus melemah pekan ini karena masalah perdagangan menggerus selera pada mata uang berisiko.

Advertisements

Pasar akan memantau apakah apresiasi dolar AS membuat rupiah bergerak menuju 13.950,” ujar Lukman dalam ulasannya di Jakarta, Rabu ini.

Terlebih lagi, kondisi antara Amerika Serikat dan Tiongkok mengalami ketengan dan berdampak cukup signifikan untuk pasar secara global.

Jika terus terjadi, maka nantinya mata uang akan semakin melemah sedangkan dolar AS terus menguat.
“Ketegangan perdagangan dapat menimbulkan kekhawatiran pada memburuknya proteksionisme global yang berdampak negatif pada pertumbuhan pasar berkembang.

Karena itu, mata uang dan saham pasar berkembang dapat semakin melemah,” terang Lukman. Ketegangan hubungan dagang antara.

Amerika Serikat dan Tiongkok sendiri dikarenkan adanya ancaman dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump kepada Tiongkok di mana ia akan menetapkan tarif baru dengan nilai USD 200 miliar.

Hal tersebut sontak menimbulkan kepanikan pada para investor dan sangat berpeluang menimbulkan perang dagang dalam skala internasional.

“Ketegangan antara dua negara adidaya ini membuat pasar berhati-hati. Saham global melemah karena keadaan ini. Perang dagang dengan aksi saling balas yang semakin memburuk sangat mengancam stabilitas internasional,” tambah Lukman.

Di sisi lain, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS membuat harga emas ikut merosot.Harga emas sempat turun 0,1 persen per onsnya dan menjadi rekor terendah yang pernah ada sejak 22 Desember 2017 lalu.

“Emas terancam semakin melemah karena dolar AS tetap akan menguat dengan sentimen bullishterhadap ekonomi AS dan peningkatan ekspektasi kenaikan suku bunga AS,” ungkap Lukman.

Advertisements